Mengenai Saya

Foto saya
Menjadi beriman mungkin bukan lagi menjadi tujuan utama banyak orang.

Minggu, 25 Desember 2011

from 16.30 until 21.30


saat selesai sidang kemarin kemaren...

Nazar gue terpenuhi...
Gue berhasil jalan kaki dari atma sampe rumah. Dan ternyata cuma jalan saja gak mudah apalagi di Jakarta.
Dari mendaraskan salam maria dalam setiap langkah, sampe yang terdengar cuma
"anjing...cape juga Tuhan. Ups, sorry..hehehe,"
Gue suka lupa, padahal ini bukan seperti gue ngejalanin tugas.
Ini harusnya menjadi wujud syukur gue...Eh ya gue sempet juga mengeluh. Dasar manusia.

Banyak hal yang gue pikirkan dijalan, banyak orang sudah tau tentang Jakarta yang penuh polutan.
Dari biskota bobrok,
sopir yang mabok,
sampe ketek jorok,
tetep aja ada yang memilih
"bike to work"

Di televisi bilangnya...menjaga kesehatan.
"masak sih badan lu bakal sehat? kan yang ada di Jakarta nih cuma ada radikal bebas? dan itu yang dihirup ketika kita benapas karena terengah-engah mengayuh sepeda??"
Radikal bebas yang mengkeroposkan hidup manusia. Mulai dari yang diproduksi mesin kendaraan, mesin pabrik dan seorang perokok.
"anjing, pengen banget kemana-mana gue bawa gunting...
kalo ada orang yang merokok di samping gue, langsung gue gunting rokoknya!".
"gak sadar apa mereka telah menggunting umur gue?"

Ternyata radikal bebas juga bisa macam-macam. Perilaku korup juga jadi radikal bebas juga dalam suatu institusi. Harus dicegah dan dibasmi contohnya tentang 'mereka'.
Berjalan setapak demi setapak, ada selembar koran yang terserak di pinggir jalan dan sudah terinjak-injak orang, gak keruan kusutnya.
Puasnya, dalam koran itu gambarnya trio 'N', NH, NuB dan NiB. Sekalian aja ikutan nginjek,
eh ternyata ya ada orang juga yang ngeludahin, hahaha.

Sungguh, berjalan dari Atma sampe rumah membuat gue sadar, Jakarta bukan tempat gue mencari kesehatan.
Di sini cuma tempat mencari keduniawian, mendingan Jogja, debu juga debu vulkanik yang nantinya bikin subur.
Yang gue butuh sebenarnya udara segar dari hutan, atau gunung yang belum tersentuh oleh tangan mafia hutan dan mafia pertambangan.
Yang gue butuh hidup dalam lingkungan pertanian atau perikanan.
Hal yang sebenernya adalah mata pencaharian utama penduduk di Indonesia
"kalo kita belajar Pkn atau Geografi atau IPS" dulu waktu kita sekolah dasar sampe SMA.
Sekarang mata pencharian mungkin "korupsi"

Setapak demi setapak, berjalan
sesekali harus menahan nafas karena yang ada cuma asap pekat atau bau sampah rumah tangga.
Atau bau ketek 'orang kismin' yang jarang mandi yang melintas beberapa meter dari kita.
Gue juga mencoba tidak menghiraukan tatapan mata orang-orang yang melihat heran, macam liat buronan seperti Gayus Tambunan.
Gue tetap bertahan sampe saat kekuatan cuma bisa berjalan beberapa ratus meter dan harus sering berhenti.
Sampe sepatu bagus terasa tidak pas di kaki. Sampe kaki berat untuk melangkah.

Dan sampailah aku pada sebuah warung kecil. Di tempat itu aku beristirahat lama dan berbincang-bincang.
"bu, saya pesan teh hangat manis! dan sambil mengambil panganan kecil dan sebotol besar air mineral"

"baik. Mas dari mana nih?"

"saya dari Kampus, Atma"

"oh..ngapain?"

"jalan"

"oh jalan....naik apa?"

"jalan bu, jalan...naik kaki. Jalan kaki"

"jalan kaki??"

"iya jalan kaki"

"kenapa mas? kehabisan ongkos apa emang niat jalan?"

"emang niat...mau nepatin janji ke Tuhan saya!"

"oo..siapa Tuhan mas?"

"Yesus Kristus...ibu kenal?"

"oh Tuhannya orang Kristen..tau saya, tapi belum kenal banget., jadi mas melakukan nazar sekarang?"

"iya"

"wah semangat mas kalo gitu"

"mas berarti orang Kristen dong?"

(gue sempet berpikir,
apakah ibu ini kalo gue mengaku sebagai orang Kristen pelayanannya akan tetap sama atau tidak...)

Ternyata sama. Ia orang yang baik dan gue berbincang bahkan soal iman sama dia.
Semu perbincangan itu menguatkan semangat gue untuk melanjutkan perjalanan.

Setelah segelas teh hangat manis sudah habis dan sebungukus kripik pisang juga habis.
Yang gue bawa akhirnya cuma sebotol besar air mineral. Dan harga semua itu pas dibanderol Rp. 5.000,-
2 kilometer sebelum sampe rumah. Tepatnya di depan gerobak buah segar yang sudah tutup
kaki gue keram. Hal itu membuat gue harus beristirahat lumayan lama. Badan yang sudah dirasakan tanda-tanda akan sakit sebelumnya, menjadi lebih jelas terasa, karena dihajar dengan perjalanan yang gue tempuh. Semua itu membuat tubuh gue panas. Mata kunang-kunang. Gue pikir hampir pingsan, dan terpikir oleh gue. "oke ini perjalanan lebih baik gue stop dulu (ditunda), gue bisa lanjutin besok, sekarang gue bisa naik angkot sekarang","ah diam kau setan! aku mau jalan!","ngapain jalan? nyiksa badan"."lebih baik badan gue tersiksa daripada batin gue tersiksa"."bodoh kamu ron!","kamu yang bodoh!".

godaan itu sering sekali muncul, terkadang setan memanfaatkan kelemahan kita, dan rasa bersalah kita untuk aksi kejahatannya. "jangan hiraukan!"

"ya, lampu itu terlihat, cahaya itu yang kukenal, warna rumah itu! Rumahku Istanaku"
gue percepat langkah gue
karena rumah gue telah terlihat. dalam hati gue gak percaya bisa melalui ini semua, gue gak percaya bisa sampai sejauh ini. perjuangan gue terbayar sudah, rasa cinta gue sama Tuhan bisa gue wujudkan juga. Gue gak peduli apakah nanti gue bakal jatuh sakit atau apa. Tapi rasa percaya gue sama Tuhan yang sudah bimbing gue selama perjalanan tadi, jadi lebih besar. Ini mukjizat. hal yang bodoh yang sepele, tapi ini berdampak besar bagi hidup gue, dan mengubah gue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar